Sunday, April 28, 2013



KEHAMILAN DENGAN INFEKSI
2.1 Pengertian
Hepatitis merupakan suatu istilah umum untuk terjadinya peradangan pada sel-sel hati. Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti obat-obatan, alkohol, dan penyakit autoimun, atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis virus.
         Hepatitis virus terjadi bila virus hepatitis masuk ke dalam tubuh dan kemudian merusak sel-sel hati. Cara masuknya virus hepatitis ke dalam tubuh bisa bermacam-macam, namun yang paling sering adalah melalui makanan dan minuman (hepatitis virus A dan E), atau melalui cairan tubuh misalnya melalui transfusi darah, suntikan, atau hubungan seksual (hepatitis virus B, C, dan D).
   Ketika virus hepatitis masuk ke dalam tubuh maka akan timbul berbagai gejala, mulai dari yang ringan (bahkan tanpa gejala) sampai yang berat. Gejala yang dapat muncul akibat infeksi virus hepatitis diantaranya demam, nyeri otot, gejala-gejala mirip flu (flu-like syndrome), mual atau muntah, serta nyeri perut, yang kemudian akan diikuti mata atau kulit berwarna kuning, serta buang air kecil akan berwarna kecoklatan. Pada sebagian besar pasien, gejala-gejala tersebut akan membaik dengan sendirinya dan akan hilang sama sekali setelah 4-6 minggu, sementara sebagian kecil pasien keluhan-keluhan itu akan semakin memberat sehingga memerlukan perawatan yang khusus. Kondisi sakit seperti yang disebutkan di atas disebut sebagai hepatitis virus akut.
   Bila infeksi hepatitis virus akut itu disebabkan oleh virus hepatitis A dan E, maka umumnya pasien akan sembuh total dan penyakitnya tidak berlanjut menjadi kronik. Hepatitis virus kronik dapat terjadi pada sebagian pasien yang mengalami infeksi hepatitis virus akut B, C, atau D. Seseorang dikatakan menderita hepatitis kronik bila virus hepatitis atau komponen-komponennya masih ada di dalam tubuh, dan secara perlahan tetap akan merusak sel-sel hati dan berpotensi untuk menularkan ke orang lain, walaupun gejala-gejala sudah menghilang dan secara fisik pasien sudah segar-bugar. Hepatitis kronik perlu mendapat perhatian khusus, karena penyakitnya bisa berlanjut menjadi sirosis hati (hati mengecil akibat sel-sel hati banyak yang digantikan jaringan parut) dan bahkan bisa menjadi kanker hati. Diperkirakan bahwa sekitar 10 hingga 30% dari pengidap hepatitis B dan C akan berkembang menjadi sirosis dan kanker hati. Baik sirosis atau kanker hati merupakan suatu kondisi akhir dari suatu penyakit hati kronik, dengan berbagai gejala dan komplikasi yang berat dan mengancam nyawa (seperti perdarahan saluran cerna, gagal hati, penurunan kesadaran, gangguan mekanisme pembekuan darah, infeksi di rongga perut yang penuh terisi cairan, sampai pada kematian).
   Hepatitis adalah Suatu peradangan pada hati yang terjadi karena toksin seperti; kimia atau obat atau agen penyakit infeksi (Asuhan keperawatan pada anak, 2002; 131)
               Hepatitis adalah keadaan radang/cedera pada hati, sebagai reaksi terhadap virus,
obat atau alkohol (Ptofisiologi untuk keperawatan, 2000;145)

2.2 Etiologi Dan Faktor Resiko
1. Hepatitis A
      a. Virus hepetitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat tidak berselubung  berukuran 27 nm
b. Ditularkan melalui jalur fekal – oral, sanitasi yang jelek, kontak antara manusia,dibawah oleh
    air dan makanan
c. Masa inkubasinya 15 – 49 hari dengan rata – rata 30 hari
d. Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene dan sanitasi yang buruk dengan
    penduduk yang sangat padat.
2. Hepetitis B (HBV)
a. Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang
memiliki ukuran 42 nm
b. Ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau penderita infeksi
akut, kontak seksual dan fekal-oral. Penularan perinatal dari ibu kepada bayinya.
c. Masa inkubasi 26 – 160 hari dengan rata- rata 70 – 80 hari.
d. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi, perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis serta onkologi laki-laki biseksual serta homoseksual yang aktif dalam hubungan seksual dan para pemaki obat-obat IV juga beresiko.
3. Hepatitis C (HCV)
a. Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA kecil, terbungkus lemak yang
diameternya 30 – 60 nm.
b. Ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan juga disebabkan juga oleh
kontak seksual.
c. Masa inkubasi virus ini 15 – 60 hari dengan rata – 50 har
d. Faktor resiko hampir sama dengan hepetitis B

2.3 Patofisiologi
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi dan nekrosis sel perenchyn hati.
Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam memblokir sistem drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong empedu bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice.
Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik samapi dengan timbunya sakit dengan gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2 sampai 3 bulan lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan bahkan kematian. Hepattis dengan sub akut dan kronik dapat permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan sebagai karier penyakit dan resiko berkembang biak menjadi penyakit kronik hati atau kanker hati
2.4 Manifestasi Klinik
Menifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus secara umum sama. Manifestasi klinik dapat dibedakan berdasarkan stadium. Adapun manifestasi dari masing – amsing stadium adalah sebagai berikut.
1. Stadium praicterik berlangsung selama 4 – 7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia,   muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri diperut kanan atas urin menjadi lebih coklat.
2. Stadium icterik berlangsung selama 3 – 6 minggu. Icterus mula –mula terlihat pada sklera,kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan – keluhan berkurang, tetapi klien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
3. Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal lagi. Penyebuhan pada anak – anak menjadi lebih cepat pada orang dewasa, yaitu pada akhir bulan ke 2, karena penyebab yang biasanya berbeda.
2.4 Tes Diagnostik
1. ASR (SGOT) / ALT (SGPT)
Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim intra seluler yang terutama berada dijantung, hati dan jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang rusak, meningkat pada kerusakan sel hati
      2. Darah Lengkap (DL)
SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim hati)atau mengakibatkan perdarahan.
      3. Leukopenia
Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
4. Diferensia Darah Lengkap
Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.
5. Alkali phosfatase
Agaknya meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
6. Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
7. Albumin Serum
Menurn, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum disintesis oleh
hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
8. Gula Darah
Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).

      9. Anti HAVIgM
Positif pada tipe A
10. HbsAG
Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)
11. Masa Protrombin
Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau berkurang.
Meningkat absorbsi vitamin K yang penting untuk sintesis protombin.
12. Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
13. Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein)
Kadar darah meningkat.
BPS dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan diekskresi. Adanya
gangguan dalam satu proses ini menyebabkan kenaikan retensi BSP.
14. Biopsi Hati
Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
15. Skan Hati
Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.
16. Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin.
Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, ia dsekresi dalam urin menimbulkan bilirubinuria.
2.5 Penatalaksanaan Medik
Tidak ada terpi sfesifik untuk hepatitis virus. Tirah baring selama fase akut dengan diet yang cukup bergizi merupakan anjuran yang lazim. Pemberian makanan intravena mungkin perlu selama fase akut bila pasienterus menerus muntah. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.

4. Hepatitis D (HDV)
a. Virus hepatitis B (HDP) merupakan virus RNA berukuran 35 nm
b. Penularannya terutama melalui serum dan menyerang orang yang memiliki kebiasaan memakai
    obat terlarang dan penderita hemovilia
c. Masa inkubasi dari virus ini 21 – 140 hari dengan rata – rata 35 hari
d. Faktor resiko hepatitis D hampir sama dengan hepatitis B.

5. Hepattitis E (HEV)
a. Virus hepatitis E (HEV) merupakan virus RNA kecil yang diameternya + 32 – 36 nm.
b. Penularan virus ini melalui jalur fekal-oral, kontak antara manusia
dimungkinkan meskipun resikonya rendah.
c. Masa inkubasi 15 – 65 hari dengan rata – rata 42 hari.
d. Faktor resiko perjalanan kenegara dengan insiden tinggi hepatitis E dan makan
makanan, minum minuman yang terkontaminasi.
2.5 Hepatitis Pada Kehamilan
Sama seperti pada orang pada umumnya, seorang ibu yang hamil dapat berisiko mengalami hepatitis virus dan seseorang yang sudah mengalami hepatitis kronik dapat hamil. Semua jenis virus hepatitis dapat menginfeksi ibu hamil, dan dapat menimbulkan gejala hepatitis virus akut. Gejala dan tanda infeksi hepatitis virus akut yang terjadi pada kehamilan umumnya tidak banyak berbeda dengan mereka yang tidak hamil. Yang perlu dilakukan adalah memeriksakan diri ke dokter bila muncul gejala-gejala yang sudah disebutkan di atas tadi untuk memastikan apakah ini suatu hepatitis virus atau bukan, menentukan jenis virus apa yang menginfeksi, serta menentukan derajat kerusahan sel hati yang terjadi. Biasanya dokter akan menganjurkan perawatan di rumah sakit untuk memantau perkembangan penyakitnya, serta memastikan bahwa pasien cukup istirahat dan mendapat asupan makanan yang baik. Umumnya ibu hamil yang mengalami hepatitis virus akut akan sembuh dalam 4 sampai 6 minggu.
Menentukan jenis virus hepatitis apa yang menginfeksi merupakan hal penting, sebab seperti yang telah disebutkan di atas, bila virus hepatitis B dan C yang menginfeksi maka perlu dilakukan langkah-langkah lebih lanjut untuk mengantisipasi perkembangan penyakit lebih lanjut serta mencegah penularan penyakit ke janin atau bayi. Bila ibu hamil terinfeksi hepatitis virus B atau C, maka dokter akan melakukan berbagai pemeriksaan lanjutan untuk menentukan apakah hepatitis virusnya dalam kondisi aktif dan menularkan ke orang lain atau tidak, termasuk ke janinnya.
2.5.1 Infeksi hepatitis pada ibu hamil 
          Merupakan masalah yang serius. Infeksi hepatitis ditularkan melalui cara horizontal yaitu melalui parenteral dengan terpapar darah, semen, sekresi vagina, saliva dan vertikal ibu ke janin. Penularan secara vertikal dapat melalui beberapa cara yaitu melaui plasenta, kontaminasi darah selama melahirkan, transmisi fekal-oral pada masa puerperium atau permulaan partus, transmisi melalui laktasi (Akbar,1996; Reinus,1999; Cunningham,2001).

2.5.2Pengaruh  Hepatitis  Terhadap Janin/Neonatus
            3,5 % Risiko keseluruhan dari infeksi neonatal kira-kira 75% jika ibu terinfeksi pada trimester ketiga atau masa nifas ; dan risiko ini jauh lebih rendah (5-10%) jika ibu terinfeksi pada awal kehamilan. Sebagian besar infeksi pada bayi baru lahir kemungkinan terjadi saat persalinan dan kelahiran atau melalui kontak ibu bayi, daripada secara transplasental.Walaupun sebagian besar bayi-bayi menunjukkan tanda infeksi ikterus ringan, mereka cenderung menjadi carrier. Status carrier ini dipertimbangkan akan menjadi sirosis hepatis dan karsinoma hepatoseluler. Infeksi kronik terjadi kira-kira 90% pada bayi yang terinfeksi, 60% pada anak < 5 tahun dan 2%-6% pada dewasa. Diantaranya, seseorang dengan infeksi kronik HBV, risiko kematian dari sirosis dan karsinoma hepatoselular adalah 15% - 25%. Infeksi HBV bukan merupakan agen teratogenik. Bagaimanapun, terdapat insidens berat lahir rendah yang lebih tinggi diantara bayi-bayi dengan ibu yang menderita infeksi akut selama hamil. Pada satu penelitian hepatitis akut maternal (tipe B atau non-B) tidak mempengaruhi insidens dari malformasi kongenital, lahir mati, abortus, atau malnutrisi intrauterin. Tetapi, hepatitis akut menyebabkan peningkatan insidens prematuritas.


2.5.3Antepartum
                        Infeksi hepatitis kadang tidak disadari karena hanya menimbulkan demam ringan. Hanya30%penderita yang mengalami kuning, mual, muntah, dan nyeri perut kanan atas. Oleh karena itu, diagnosis ditegakkan dengan mengandalkan pemeriksaan darah yang spesifik untuk hepatitis (HbsAg, anti-HBs) dan fungsi hati yaitu enzim SGOT dan SGPT. Infeksi hepatitis tidak menyebabkan kematian atau kecacatan pada janin. Namun infeksi saat kehamilan kerap berkaitan dengan berat lahir rendah dan lahir prematur. Penularan ke bayi lebih besar terjadi jika ibu terinfeksi pada trimester ke tiga, yaitu 10% pada trimester pertama dan 60-90% pada trimester ketiga.
2.5.4 Yang harus  dilakukan oleh ibu hamil 
a. Mendapat kombinasi antibodi pasif (immunoglobulin) dan imunisasi aktif vaksin hepatitis. b.Tidak     minum                alkohol

               c. Menghindari obat-obatan yang hepatotoksis seperti asetaminofen yang dapat memperburukkerusakan hati 
d. Tidak mendonor darah, bagian tubuh dan jaringan. Tidak menggunakan alat pribadi yang dapat terpapar darah dengan orang lain
e. Menginformasikan pada dokter anak, dokter Kebidanan dan bidan bahwa mereka carrier hepatitis, Memastikan bahwa bayi mereka mendapat vaksin hepatitis waktu lahir, umur 1 bulan, dan 6 bulan.
f. Kontrol sedikitnya setahun sekali ke dokter
g. Mendiskusikan risiko penularan dengan pasangan mereka dan mendiskusikan pentingnya konseling dan pemeriksaan

2.5.5 Persalinan 
       Walaupun persalinan secara seksio sesarea sudah dianjurkan dalam arti untuk penurunan transmisi HBV dari ibu ke anak, jenis persalinan ini tidak berarti secara bermakna dapat menghentikan transmisi HBV. Tetapi seksio sesarea sangat disarankan oleh Centers for Disease Control (CDC) dan American College of Obstetricians and Ginyecologists (ACOG)

2.5.6 Bayi baru lahir 
           Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi (termasuk carrier HBsAg kronik) harus di terapi dengan kombinasi dari antibodi pasif (immunoglobulin) dan aktif imunisasi dengan vaksin hepatitis.

2.5.7 Apakah boleh menyusui 
           Dengan imunoprofilaksis hepatitis yang sesuai, menyusui tidak memperlihatkan risiko tambahan untuk penularan dari carrier virus hepatitis Asalkan bayi sudah mendapatkan HBIG dan vaksin hepatitis selama 12 jam pertama kelahiran, maka ibu dapat menyusui tanpa khawatir si kecil tertular. Awasi juga keadaan puting ibu, agar tidak terluka atau lecet. Setiap ibu selesai menyusui, puting susu dibersihkan dengan air hangat tanpa sabun. Sabun dapat membuat kulit kering dan mudah luka.

2.5.8 Prevalensi 
            HbsAg pada wanita hamil di perkotaan pada bangsa kulit putih non hispanik sebesar 0,60%, kulit hitam non hispanik 0,97 %, hispanik 0,14 % dan bangsa Asia 5,79 %. Insiden batu empedu selama kehamilan meningkat. Pada suatu penelitian di Italia dengan pemeriksaan ultrasound didapatkan lebih dari 40 % wanita hamil mengidap batu empedu. Hal ini dihubungkan dengan hasil lithogenik peningkatan saturasi kolesterol dan penurunan asam deoksiribonukleik pada kandung empedu selama periode tingginya konsentrasi estrogen dan pengurangan fungsi pengosongan kandung empedu selama kehamilan. Setiap tahun di Amerika Serikat diperkirakan 250.000 orang, terinfeksi virus Hepatitis, tiga puluh lima ribu diantaranya anak-anak, sekitar 5.000 orang meninggal karenanya. Diseluruh dunia, 350 juta orang terinfeksi kronis, menyebabkan 1 sampai 2 juta kematian tiap tahunnya. Penularan perinatal dari ibu pengidap HBs Ag kepada anaknya merupakan jalur transmisi penting untuk terjadinya kronisitas infeksi. Pada tinjauan kasus ini kami akan membahas penanganan seorang penderita Hepatitis Akut dengan kehamilannya.

2.5.9 Siapa yang harus menjalani pemeriksaan 
1. Semua wanita hamil saat ANC pertama kali harus di cek HBsAg.
2. Setiap wanita yg akan melahirkan yang tidak menjalani pmeriksaan HBsAg saat kunjunganANC-nya.
3. Lebih dari 90% dari perempuan ditemukan HBsAg positif pada rutin pemutaran film akan
4. Semua rentan kontak (termasuk semua anggota keluarga) dengan panel hepatitis (HBsAg, antiHBc, antiHBs).
5. Skrining dan vaksinasi yang rawan kontak harus dilakukan



2.4.10 Rekomendari untuk perempuan 
           Advisory Committee on Immunization Practice, mereka merekonmendasikan semua  perempuan hamil diperiksa HbsAg pada masa kehamilan awal. Setiap bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg positif atau ibu yang HbsAg-nya tidak diketahui, harus mendapat vaksin hepatitis dan HBIG (hepatitis Immunoglobulin). Booster vaksin hepatitis kemudian diberikan dua kali yaitu saat bayi berusia 1 bulan dan usia 3-6 bulan. Setelah vaksin diberikan lengkap, maka pada usia 9-18 bulan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan HbsAg dan anti-HBs. Bila pemeriksaan anti-HBs dilakukan sebelum usia 9 bulan, bisa jadi anti-HBS positif akibat pemberian HBIG dan bukan antibodi yang dihasilkan oleh si bayi.

2.5.11 Pengobatan
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapitinggi protein dan karbohydrat.Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari.Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit. Perlu diingatpada hepatitis virus yang aktip dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan pemeriksaantransaminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus antigensecara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatankhusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.
2.5.12 Pencegahan
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung denganpenderita hepatitis virus A hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1 cc/kg. berat badan. Gamma globulin ternyatatidak efektif untuk mencegah hepatitis virus B. Gizi Ibu hamil hendaknya dipertahankan seoptimal mungkin, karena gizi yang buruk mempermudah penularan hepatitis virus.Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya enam bulan setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan tersebut semua gejala dan pemeriksaan laborato-rium telah kembali normal.Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukanpemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bu-lan dan enam bulan kemudian



PENYAKIT MENULAR SEKSUAL GONORE,SIFILIS,HIV/AIDS
PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS)
Sekelompok penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis mikroorganisme ( virus,bakteri,protozoa dan jamur) yang menimbulkan gejala klinik utama disaluran kemih dan reproduksi (maupun sistemik) dan/atau jalur penularannya melalui hubungan seksual.
Wanita, termasuk yang sedang hamil, merupakan kelompok resiko tinggi terhadap PMS. Penelitian disurabaya menyebutkan angka kematian PMS pada ibu hamil adalah 19,2%. Angka kejadian PMS pada ibu hamil yang melakukan asuhan antenatal di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta (1998) adalah 16,1% untuk kandidiasis vaginalis, 4,2% infeksi klamidia dan 1,2% trikomoniasis.
Penyakit menular seksual dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas terhadap ibu maupun bayi yang dikandung.
       I.            SIFILIS
Sifilis merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum yang dapat mengenai seluruh organ tubuh, mulai dari kulit, mukosa, jantung hingga susunan saraf pusat, dan juga dapat tanpa manifestasi lesi ditubuh. Infeksi terbagi atas beberapa fase, yaitu sifilis primer, sifilis sekunder, sifilis laten dini dan lanjut, serta neurosifilis ( sifilis tersier ). Sifilis umumnya ditularkan lewat kontak seksual, namun juga dapat secara vertical pada masa kehamilan
Lesi primer sifilis berupa tukak yang biasanya timbul didaerah genital eksterna. Sifilis primer memiliki masa inkubasi 10 sampai 90 hari(rata-rata 3 minggu).
Pada perempuan kelainan sering ditemukan dilabia mayora, labia minora, atau serviks. Gambaran klinik dapat khas, akan tetapi dapat juga tidak khas. Lesi awal berupa papul berindurasi yang tidak nyeri , kemudian permukaanya mengalami nekrosis dan ulserasi dengan tepi yang meninggi, teraba keras, dan berbatas tegas. Jumlah ulserasi biasanya hanya satu, namun dapat juga multiple.
Sekitar 4 sampai 10 minggu kemudian muncul sifilis sekunder yang ditandai dengan malese, demam, nyeri kepala, limfadenopati generalisata, ruam generalisata dengan lesi dipalmar, plantar, mukosa oral atau genital, kondiloma lata didaerah intertrigenosa dan alopesia. Lesi kulit biasanya simetris,dapat berupa macula, papula, papuloskuamosa dan pustule yang jarang disertai keluhan gatal.
Sifilis laten merupakan fase sifilis tanpa gejala klinik dan hanya pemeriksaan serologic yang reaktif. Hal ini mengindikasikan organisme ini masih tetap ada didalam tubuh, dan dalam perjalananya fase ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup. Kurang lebih 2/3 pasien sifilis laten yang tidak diobati akan tetap dalam fase ini selama hidupnya.
Sifilis tersier terjadi pada 1/3 pasien yang tidak diobati. Fase ini dapat terjadi sejak beberapa bulan hingga beberapa tahun setelah fase laten dimulai.Treponema palidum menginvasi dan menimbulkan kerusakan pada system saraf pusat, system kardiovaskuler, mata, kulit serta organ lain. Lesi tersebut bersifat destruktif dan biasanya muncul dikulit, tulang atau organ dalam.
Pada kehamilan gejala klinik tidak banyak berbeda dengan keadaan tidak hamil, hanya perlu diwaspadai hasil tes serologi sifilis pada kehamilan normal bias memberikan hasil positif palsu. Transmisi dari ibu ke janin umumnya terjadi setelah plasenta berbentuk utuh, kira-kira sekitar umur kehamilan 16 minggu. Oleh karena itu bila sifilis primer atau sekunder ditemukan pada kehamilan setelah 16minggu, kemungkinan timbulnya sifilis kongenital lebih memungkinkan.
WHO dan CDC telah merekomendasikan  pemberian terapi injeksi penisilin benzatin 2,4 juta MU untuk sifilis primer, sekunder dan laten dini. Sedangkan untuk sifilis laten lanjut atau tidak diketahui lamanya, mendapat 3 dosis injeksi tersebut. Alternative pengobatan bagi yang alergi terhadap penisilin dan tidak hamil dapat diberi doksisiklin peroral,2 x100 mg/hari, atau tetrasiklin per o ral 4x500 mg/hari selama 30 hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin dan hamil sebaiknya tetap diberi penisilin secara desensitisasi. Bila tidak memungkinkan, pemberian eritromisin per oral 4x500 mg/hari selama 30 hari dapat dipertimbangkan.

II.GONORE

Gonore adalah semua infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.
Gambaran klinik dan perjalan penyakit  pada perempuan dan wanita berbeda dari pria. Hal ini disebabkan perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan wanita. Gonore pada wanita kebanyakan asimptomatik sehingga sulit untuk menentukan masa inkubasinya.
Infeksi pada uretra dapat bersifat simptomatik ataupun asimptomatik, tetapi umumnya jarang terjadi tanpa infeksi pada serviks, kecuali pada perempuan yang telah dihisterektomi.
Keluhan traktus genitourinarius bawah yang paling sering adalah dysuria yang kadang-kadang disertai polyuria, perdarahan antara masa haid, dan menoragia. Daerah yang paling sering terinfeksi adalah serviks. Pada pemeriksaan, serviks tampak hiperemis dengan erosi dan secret mukopurulen.
Komplikasi sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal genitalia. Infeksi pada serviks dapat menimbulkan komplikasi salpingitis atau penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul yang simptomatik maupun asimptomatik dapat mengakibatkan jaringan parut pada tuba sehingga menyebabkan infertilitas atau kehamilan ektopik.
Infeksi gonore selama kehamilan telah diasosiasikan dengan pelvic inflammatory disease. Infeksi ini sering ditemukan pada trimester pertama sebelum korion berfusi dengan desidua dan mengisi kavum uteri. Pada tahap lanjut menyebabkan prematuritas, ketuban pecah dini,korioamnionitis dan infeksi paska persalinan. Manifestasi tersering dari infeksi perinatal, umunya ditransmisikan selama proses persalinan. Jika tidak diterapi, kondisi ini dapat mengarah pada perforasi kornea dan panoftalmitis. Infeksi neonatal lainnya yang lebih jarang termasuk meningitis, sepsis,diseminata serta infeksi genital dan rektal.
Pilihan terapi yang direkomendasikan oleh CDC adalah sefiksim 400mg per oral, seftriakson 250mg IM, siprofloksasin 500mg per oral, ofloksasin 400mg per oral, levofloksasin 250 mg per oral.


III.HIV/AIDS
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah sindroma dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh infeksi Human immunodeficiency virus (HIV).
Virus masuk kedalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen, dan secret vagina. Sebagian besar melalui hubungan seksual. Virus ini cenderung menyerang sel jenis tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama limfosit T yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh.
Gejala umum adalah demam dan keringat malam, rasa lelah,ruam,nyeri kepala,limfadenopati,faringitis,myalgia,arthralgia,mual,muntah dan diare. Setelah gejala mereda, mulailah diawali infeksi akut maka dapat terjadi infeksi kronik selama beberapa tahun disertai replikasi virus secara lambat. Kemudian setelah terjadi penurunan system imun yang berat, maka terjadi berbagai infeksi dan pasien dapat dikatakan telah masuk pada keadaan AIDS.
Perjalan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi pertama, bahkan bias lebih lama lagi.
Kelainan yang dapat terjadi pada janin adalah berat badan lahir rendah, bayi lahir mati, prematuritas, dan abortus.
Penatalaksanaan selama kehamilan dengan melakukan konseling yang merupakan suatu keharusan bagi wanita positif HIV. Hal ini sebaiknya dilakukan pada awalkehamilan, dan apabila ia memilih untuk melanjutkan kehamilannya, perlu diberikan konseling berkelanjutan untuk membantu wanita tersebut secara psikologis.

Kehamilan dengan Penyakit Gangguan Jiwa (Depresi, Psikosa, Psikoneurosa)

1.      Depresi

Kehamilan seharusnya adalah masa yang paling bahagia dalam kehidupan seorang wanita, tapi buat sebagian wanita masa ini adalah masa yang membingungkan, takut, sedih, stress, dan bahkan depresi. Sekitar 10 – 20% wanita akan mengalami gejala-gejala depresi saat hamil, dan seperempat sampai separuhnya akan menjadi depresi yang nyata (mayor depresi).

Depresi merupakan gangguan mood yang menyerang 1 dari 4 wanita pada suatu  titik tertentu dalam kehidupannya, jadi tidak usah heran jika kelainan ini juga bias mengenai wanita hamil. Tetapi sering kali depresi tidak di diagnose dengan baik saat hamil karena sering dianggap hanya suatu bentuk gangguan keseimbangan hormone. Asumsi ini tentu saja bias membahayakan ibu serta bayi yang dikandungnya.

Depresi bisa diobati dan dimanage selama kehamilan. Depresi saat kehamilan atau antepartum depresi, merupakan gangguan mood   sama halnya dengan depresi klinis. Gangguan mood  merupakan kelainan biologis yang melibatkan perubahan kimia pada otak. Saat kehamilan, perubahan hormone bias mempengaruhi kimia otak yang berhubungan dengan depresi dan gelisah. Hal ini bias disebabkan/dimunculkan oleh situasi yang sulit, yang akhirnya menimbulkan depresi.

Bumil dengan depresi biasanya mengalami beberapa gejala ini selama 2 minggu atau lebih :
ü  Sedih yang persisiten (menetap)
ü  Sulit berkonsentrasi
ü  Banyak tidur atau kurang tidur
ü  Hilangnya minat pada aktifitas yang biasanya disukai
ü  Pikiran berulang akan kematian, bunuh diri atau  putus asa
ü  Gelisah
ü  Rasa bersalah atau rasa tak berguna
ü  Perubahan pola makan

Hal-hal yang bisa mencetuskan depresi selama hamil :
ü  Gangguan hubungan kerja
ü  Riwayat depresi baik diri maupun keluarga
ü  Pengobatan  infertilitas
ü  Riwayat aborsi
ü  Pengalaman yang stressfull
ü  Adanya komplikasi dalam kehamilannya
ü  Riwayat KDRT atau trauma
Depresi yang tidak ditangani bisa memberikan potensi bahaya ke ibu dan janin. Depresi yang tidak tertangani bisa menyebabkan asupan nutrisi menjadi jelek, merokok dan tingkah laku ingin bunuh diri, yang mana hal-hal ini bisa menyebabkan  kelahiran kurang bulan, berat lahir rendah, dan gangguan pertumbuhan lainnya.
Pilihan pengobatan pada wanita hamil berupa; kelompok-kelompok suportif, psikoterapi dan obat-obatan. Bicarakan dengan dokter atau orang lain yang mengerti persoalan yang dihadapi. Prinsipnya jangan menghadapi depresi seorang diri, jika gejalanya berat biasanyadiberikan anti depresi.
Penatalaksanaan;
ü  Harus kita hadapi dengan sikap serius dan mengerti
ü  Hendaknya jangan menghibur, member harapan palsu, bersikap optimis dan bergurau, karena akan memperbesar rasa tidak mampu dan rendah diri.
ü  Untuk mengatasi dengan cepat, gunakan  obat-obat penenang
Beberapa cara dalam  melakukan terapi dan konsultasi dengan dokter kandungan seperti dengan metode support group atau psikoterapi yang dapat dilakukan secara rutin.

2. Psikosa

Suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Keadaan ini dapat digambarkan bahwa psikosa ialah gangguan jiwa yang serius, yang timbuk karena penyebab organik ataupun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan gangguan kemampuan berpikir, bereakasi secara emosional, mengingat, berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu, sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangat terganggu. Psikosa ditandai oleh perilaku yang regresif, hiudp perasaan tidak sesuai , berkurangnya pengawasan terhadap impuls-impuls serta waham dan halusinasi.
Menninger telah menyebutkan lima sindroma klasik yang menyertai sebagian besar pola psikotik:
1.                    Perasan sedik, bersalah dan tidak mampu yang mendalam
2.                  keadaan terangsang yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, disertai pembicaraan dan motorilk yang berlebihan
3.                  regresi ke otisme manerisme pembicaran dan perilaku, isi pikiran yanng berlawanan, acuh tak acuh terhadap harapan sosial.
4.                  preokupasi yang berwaham, disertai kecurigaan, kecendrungan membela diri atau rasa kebesaran
5.                  keadaan bingung dan delirium dengan disorientasi dan halusinasi.
Pada penderita psikosa sering ada gangguan bicara, kehilangan orientasi terhadap lingkungan. Aspek sosialnya membahayakan orang lain dan diri sendiri perlu perawatan RS.
Jenis-jenis psikosa yaitu :
ü  Skizopherenia
ü  Paranoid
Paranoid dilain pihak adalah jenis yang sudah lebih lanjut ditandai dengan halusinasi, yaitu persepsi palsu dan kecurigaan yang sangat kuat, pola berfikir makin kacau dan tingkah laku makin tidak normal.

Psikosa umumnya terbagi dalam dua golongan besar yaitu:
1. Psikosa fungsional
Factor penyebabnya terletak pada aspek kejiwaan, disebabkan karena sesuatu yang berhubungan dengan bakat keturunan, bisa juga disebabkan oleh perkembangan atau penglaman yang terjadi selama sejarah kehidupan seseorang.
2. Psikosa organic
Disebabkan oleh kelainan atau gangguan pada aspek tubuh, kalau jelas sebab-sebab dari suatu psikosa fungsional adalah hal-hal yang berkembang dalam jiwa seseorang.

Penatalaksanaan:
1. Pengobatan etiologik harus sedini mungkin dan di samping faal otak dibantu agar tidak terjadi kerusakan otak yang menetap.
2. Peredaran darah harus diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan darah), bila perlu diberi stimulansia.
3. Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi. Hati-hati dengan sedativa dan narkotika (barbiturat, morfin) sebab kadang-kadang tidak menolong, tetapi dapat menimbulkan efek paradoksal, yaitu klien tidak menjadi tenang, tetapi bertambah gelisah.
4. Klien harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab berbahaya untuk dirinya sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya) ataupun untuk orang lain.
5. Dicoba menenangkan klien dengan kata-kata (biarpun kesadarannya menurun) atau dengan kompres es. Klien mungkin lebih tenang bila ia dapat melihat orang atau barang yang ia kenal dari r   umah. Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap , klien tidak tahan terlalu diisolasi.
6. Terdapat gejala psikiatrik bila sangat mengganggu


3. Psikoneurosa

Psikoneurosa  yaitu ketegangan pribadi terus menerus akibat adanya konflik dalam diri orang bersangkutan dan terjadi terus menerus orang tersebut tidak dapat mengatasi konfliknya, ketegangan tidak meresa akhirnya neurosis (suatu kelainan mental dengan kepribadian terganggu yang ringan seperrti cemas yang kronis, hambatan emosi, sukar kurang tidur, kurang perhatian terhadap lingkungan dan kurang memiliki energi).
Macam-macam psikoneurosa sesuai dengan gejalanya :
1.      Neurosis kuatir atau anxiety neurosis
2.      Histeria
3.      Neurosis obsesif kompulsif










No comments:

Post a Comment