Sunday, April 21, 2013

TYPUS ABDOMINALIS

A.DEFINISI
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ). ( Kapita selekta kedokteran edisi 3 )

                 Typus abdominalis adalah Penyakit infeksi akut usus halus yang di sebabkanoleh Salmonella Typosa O, Salmonella H, Salmonella paratypi A , dan salmonella paratypi B(Soeparman 1997).
Penyakit typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut dengan gejala demam lebih dari 1 minggu. Gangguan pencernaan yang terjadi adalah bibir kering, lidah kotor, selaput putih, ada perut kembung nyeri tekan. Pada umumnya diare, kesadaran menurun ringan sampai berat umumnya apatis penurunan kesadaran

                 Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (ngartiyah, 1955).
B.ETIOLOGI
1. Salmonella typhi
• Batang gram negative yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
- antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
- antigen H(flagella)
- antigen V1 dan protein membrane hialin.
2. Salmonella parathypi A
3. Salmonella parathypi B
4. Salmonella parathypi C
5. Feses, urin dan muntahan penderita
C. KLASIFIKASI
1. Typus abdominalis  adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna , gangguan kesadaran
2. Paratypus  adalah jenis typus yang lebih ringan , mungkin sesekali penderita mengalami buang  - buang air. Jika diamati, lidah tampak berselaput putih susu, bagian tepinya merah terang. Bibir kering , dan kondisi fisik tampak lemah , serta nyata tampak sakit. Jika sudah lanjut , mungkin muncul gejala kunin,sebab pada tipus oragan limfa dan hati bias membengkak seperti gejala hepatitis.
D. MANIFESTASI KLINIS
A TANDA TANDA
- Demam
Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung pada 3 minggu pertama . pada minggu ke 3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal. Demam tidak hilangdengan pemberian antiseptic, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Kadang pasien disertai epitaksis
- Gangguan pada saluran pencernaan
a. halitosis
b. bibir kering
c. lidah kotor berselaput putih dan pinggirannya hiperemesis
d. perut agak kembung
e. mual
f. splenomegali disertai nyeri pada perabaan
g. pada permulaan umumnya terjadi diare
h. kemudian menjadi obstipasi
- Gangguan kesadaran
a. kesadaran menurun ringan sampai berat
b. umumnya apatis
c. bradikardi relative
d. umumnya tiap kenaikan 1celcius di ikuti penambahan denyut nadi 10-15 kali permenit
B. GEJALANYA
- Penderita mulai cepat lelah
- malaise
- sakit kepala
- rasa tidak enak di perut
- nyeri seluruh tubuh
- hal tersebut dirasakan antara 10-14 hari
a.Perdarahan usus dapat terjadi pada saat demam masih tinggi di tandai dengan:
- suhu mendadak turun
- nadi meningkat cepat dan kecil
- tekanan darah menurun
- pasien terlihat pucat kulit terasa lembap
- kesadaran makin menurun
Jika pendarahan ringan mungkin gejalanya tidak terlihat jelas, karena darah dalam faeces hanya bisa di buktikan dengan tes benzidin. Jika ini terjadi, tindakannya adalah: menghentikan makan dan minum,  segera pasang infuse jika sebelumnya tidak di pasang segera hubungi dokter selain pemberian pengobatan untuk menghentikan pendarahan dapat di lakukan eskap gantung untuk mengganti alat tenun harus 2 -3 orang, paisen tidakboleh di miringkan , pengawasan observasi TTV lebih sering
b. Perforasi usus dapat terjadi pada minggu ke 4dimana suhu sudah turun.  walau suhu sudah normal istirahat masih di teruskan 2 minggu dengan gejala: pasien mengeluh sakit perut hebat dan akan nyeri lagi apabila di tekan perut terlihat tegang dan kembung anak menjadi pucat, dapat juga keringat dingin nadi kecil dan pasien menjadi scohk jika di jumpai gejala demikian tindakannya adalah : segera hubungi dokter siap foto roentgen biasanya di kunsul ke bagian bedah
E.PENATALAKSANAAN
1.    Pengobatan
a.    Kloramfenikol
b.    Kotrimoksasol
c.    Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi dengan Ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.
2.    Perawatan
a.    Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
b.    Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan2 posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
3.    Diet
a.    Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.
b.    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien.

F.PENGKAJIANKEPERAWATAN
1.    Pengkajian
a.    Identitas
b.    Keluhan utama
Perasaan tidak enak badan, pusing, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi).
c.    Data Fokus
Mata    : konjungtiva anemis
Mulut   : lidah khas (selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan), nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah.
Hidung : kadang terjadi epistaksis
Abdomen: perut kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali, nyeri tekan.
Sirkulasi: bradikardi, gangguan kesadaran
Kulit     : bintik-bintik kemerahan pada punggung dan ekstremitas.
d.    Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
·         SGOT SGPT meningkat, leukopenia, leuukositosis relatif pada fase akut; mungkin terdapat anemia dan trombositopenia.
·         Uji serologis asidal (titer O, H)
·      Biakan kuman (darah, feses, urin, empedu)

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
a. Hipertermi b.d proses inflamasi
Tujuan:
Suhu tubuh klien kembali normalKlien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
Intervensi:
Ø  Identifikasi penyebab atau faktor yang dapat menimbulkan hipertermi
Ø  Observasi cairan masuk dan keluar, hitung keseimbangan cairan
Ø  Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak ada kontraindikasi
Ø  Beri kompres air hangat
Ø  Anjurkan klien untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan saat suhu tubuh naik
Ø  Kolaborasi: pemberian antipiretik, pemberian antibiotik, pemeriksaan penunjang=hasil laboratorium
KriteriaHasil
Ø  Suhu tubuh klien kembali normal
Ø  Frekuensi pernafasan kembali normal
Ø  Kulit klien tidak teraba panas
Ø  Klien dapat beraktivitas
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat
Tujuan:
Asupan nutrisi klien tercukupi, Peningkatan nafsu makan klien.
Ø  Intervensi:
Kaji pola makan klien
Ø  Observasi mual dan muntah
Ø  Identifikasi faktor pencetus mual, muntah, dan nyeri abdomen
Ø  Kaji makanan yang disukai dan tidak disukai klien
Ø  Sajikaan makanan dalam kedaan hangat dan menarik
Ø  Beri posisi semi fowler saat makan
Ø  Bantu klien untuk makan, catat masukan makanan.
Kriteriahasil:
*Klien mengatakan sudah tidak mual dan muntah
*Nafsu makan meningkat
c. Nyeri akut b.d agen cidera biologis
Tujuan:
Nyeri klien berkurang
Klien merasa nyaman
Intervensi:
*Kaji karakteristik nyeri dan skala nyeri
*Kaji faktor yang dapat menurunkan/menaikkan nyeri
*Ajarkan dan bantu klien melakukan relaksasi dan distraksi
*Beri posisi yang nyaman
*Ciptakan lingkungan yang tenang
Kriteriahasil
*Klien mengatakan nyeri abdomen berkurang
*Klien mengatakan sudah merasa nyaman

Jenis Cacing Penyebab Cacingan

28 Oct 2010Kategori: Kesehatan Anak, Pencernaan 14 Komentar
Cacingan masih merupakan masalah utama kesehatan anak-anak Indonesia. Sanitasi yang buruk dan kurangnya kesadaran pola hidup bersih adalah dua faktor penyebab utama tingginya prevalensi cacingan. Berikut adalah empat jenis cacing yang paling umum menginfeksi manusia.

1. Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides)

http://majalahkesehatan.com/wp-content/uploads/2010/07/cacing-gelang.jpg
Cacing gelang adalah cacing yang paling umum menginfeksi manusia.  Cacing gelang dewasa berukuran 10 – 30 cm dengan tebal sebesar pensil dan dapat hidup hingga 1 sampai 2 tahun.
Siklus hidup cacing gelang:
Cacing gelang menular melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi telurnya. Ketika sekelompok telur cacing tertelan dan memasuki usus, mereka menetas menjadi larva. Larva kemudian beredar melewati dinding usus, menuju paru-paru melalui aliran darah. Selama tahap ini, gejala seperti batuk (bahkan batuk cacing) dapat terjadi. Dari paru-paru, larva memanjat melalui saluran bronkial ke tenggorokan, di mana mereka kemudian tertelan melalui ludah. Larva lalu kembali ke usus kecil  hingga tumbuh menjadi dewasa, kawin, dan bertelur dalam 2 bulan setelah telur menetas.
Seekor cacing betina dapat memproduksi hingga 240.000 telur dalam sehari, yang kemudian dibuang ke dalam tinja dan menetas di dalam tanah. Anak-anak sangat rentan terhadap infeksi cacing gelang karena mereka cenderung meletakkan segala sesuatu di mulut mereka, termasuk tanah, dan sering kurang bisa menjaga kebersihan dibandingkan orang dewasa.
Cacingan ringan biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala baru muncul pada cacingan yang parah. Anak-anak lebih mungkin dibanding orang dewasa untuk mengalami gangguan gastrointestinal dan gejala kurang gizi. Perut buncit dan lesu/kurang semangat bisa menjadi pertanda anak terkena infeksi cacing gelang yang parah.

2. Cacing kremi Enterobius vermicularis)

http://majalahkesehatan.com/wp-content/uploads/2010/07/cacing-kremi.jpgSeperti halnya cacing gelang, cacing kremi atau cacing kerawit hanya menginfeksi manusia, Anda tidak bisa tertulari cacing ini dari hewan peliharaan.
Siklus hidup cacing kremi:
Telur cacing kremi dapat menempel pada tangan Anda melalui kotoran manusia. Ketika tangan Anda yang tercemar masuk ke mulut Anda, telur dapat masuk ke dalam tubuh, menetas dalam usus kecil dan bergerak turun ke usus besar. Di sana cacing  kremi melekat pada dinding usus dan makan. Ketika mereka siap bertelur, cacing pindah dan bertelur pada kulit berlipat di sekitar dubur. Saat itulah Anda mungkin curiga terkena cacingan karena merasakan gatal-gatal di sekitar anus (pruritus) yang biasanya lebih intens di malam hari. Dibutuhkan waktu sekitar satu bulan dari menelan telur cacing ke merasakan gatal-gatal di anus. Cacing kremi dewasa berukuran 3-10 mm sehingga bisa dilihat dengan mata telanjang.
Telur cacing kremi dapat bertahan hidup hingga tiga minggu. Karena bentuknya yang sangat kecil, Anda tidak dapat melihatnya sehingga bisa tanpa sengaja tertulari ketika menggunakan baju, kasur, bantal, mainan anak, uang kertas, peralatan makan, atau peralatan mandi/toilet.
Untuk memastikan apakah gatal-gatal disebabkan oleh cacing kremi, Anda dapat meletakkan sepotong selotip di anus. Semua cacing atau telur akan menempel ke selotip. Lalu bawalah selotip itu ke dokter untuk diperiksa.

3. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

http://majalahkesehatan.com/wp-content/uploads/2010/07/cacing-tambang-210x300.jpgCacing tambang bisa menginfeksi manusia maupun mamalia lain seperti kucing dan anjing.
Siklus hidup cacing tambang:
Cacing tambang dewasa berada dalam usus kecil manusia, di mana mereka melekatkan diri di dinding usus dengan mulut mereka. Mereka makan darah dan menyebabkan perdarahan di usus yang ditempati.
Cacing betina memproduksi telur cacing, yang dikeluarkan lewat tinja. Jika tinja jatuh ke tanah, dan cuaca hangat, telur cacing akan menetas menjadi larva dalam waktu sekitar dua hari. Larva kemudian menjadi dewasa dalam seminggu, dan dapat bertahan untuk waktu yang lama jika kondisi mendukung. Larva yang mendapatkan kontak dengan kaki telanjang manusia akan menembus kulit kaki dan masuk ke paru-paru melalui sirkulasi darah. Larva kemudian bergerak ke saluran udara menuju tenggorokan dan tertelan. Mereka menuju ke usus kecil. Larva lalu melekat pada dinding usus dan berkembang menjadi cacing dewasa. Pada sekitar usia lima bulan, cacing mulai memproduksi telur.
Infeksi cacing tambang biasanya tidak memberikan gejala spesifik. Anemia (kekurangan darah) dan keluhan terkait peradangan usus  seperti mual, sakit perut dan diare adalah beberapa gejala yang mungkin timbul.

4. Cacing cambuk (trichinella spiralis)

http://majalahkesehatan.com/wp-content/uploads/2010/07/cacing-cambuk-300x288.jpgCacing cambuk ditularkan melalui konsumsi daging hewan yang mengandung larva cacing ini. Cacing cambuk dewasa mencapai panjang sekitar 1- 2 mm.
Siklus hidup cacing cambuk:
Manusia terinfeksi  karena memakan daging mentah atau setengah matang dari hewan yang terinfeksi, terutama babi, babi hutan, dan beruang. Larva lalu masuk ke usus kecil, menembus mukosa, dan menjadi dewasa dalam 6-8 hari.  Cacing betina dewasa melepaskan larva yang bisa bertahan hidup sampai 6 minggu. Larva yang baru lahir bermigrasi melalui aliran darah dan jaringan tubuh, tetapi akhirnya hanya bertahan di sel otot rangka lurik. Larva mengkista (encyst) sepenuhnya dalam 1-2 bulan dan tetap hidup hingga beberapa tahun sebagai parasit intraselular. Larva yang mati akhirnya diserap kembali tubuh. Siklus ini terus berlanjut hanya jika larva mengkista dicerna oleh karnivora lain.
Gejala awal infeksi cacing cambuk termasuk edema, nyeri otot, dan demam.

5. Cacing pita (Taenia saginata dan Taenia solium)

Cacing pita adalah parasit manusia dan hewan ternak. Ada dua jenis cacing pita yang menjadikan manusia sebagai inang antara maupun inang permanen:
a. Cacing pita sapi (Taenia saginata)http://majalahkesehatan.com/wp-content/uploads/2010/10/Taenia-saginata.jpg
Taenia saginata adalah raksasa di antara semua cacing parasit. Panjang taenia saginata bisa mencapai 8 meter, hampir sepanjang saluran pencernaan manusia dewasa. Cacing pita ini berwarna putih pucat, tanpa mulut, tanpa anus dan tanpa saluran pencernaan. Badannya tidak berongga dan terdiri dari segmen-segmen berukuran 1X1,5 cm. Taenia saginata bisa hidup sampai 25 tahun di dalam usus inangnya.
Siklus hidup Taenia saginata:
Cacing pita sapi memiliki siklus yang rumit dan berakhir pada manusia sebagai inang tetapnya. Cacing pita dewasa melepaskan telur-telurnya bersama segmen badannya. Segmen ini bila mengering di udara luar akan melepaskan telur-telur cacing yang dapat termakan oleh sapi saat merumput. Enzim pencernaan sapi membuat telur menetas dan melepaskan zigot yang kemudian menembus lapisan mukosa saluran pencernaan untuk memasuki sirkulasi darah. Dari pembuluh darah, zigot akan menetap di otot membentuk kista, seperti pada cacing cambuk. Bila daging sapi berisi kista tersebut dimakan manusia dalam keadaaan mentah atau setengah matang, enzim-enzim pencernaan akan memecah kista dan melepaskan larva cacing. Selanjutnya, larva cacing yang menempel di usus kecil akan berkembang hingga mencapai 5 meter dalam waktu tiga bulan.
Selain masalah gizi, kehadiran cacing pita umumnya menyebabkan gejala perut ringan sampai sedang (mual, sakit, dll).
b. Cacing pita babi (Taenia solium)
Taenia solium adalah kerabat dekat Taenia saginata yang memiliki siklus hidup hampir sama, namun inang perantaranya adalah babi. Manusia terinfeksi dengan memakan daging babi berisi kista Taenia solium. Cacing ini sedikit lebih kecil dari Taenia saginata (3-4 m panjangnya), tetapi lebih berbahaya. Berbeda dengan Taenia saginata yang hanya membentuk kista di daging sapi, Taenia solium juga mengembangkan kista di tubuh manusia yang menelan telurnya. Kista tersebut dapat terbentuk di mata, otak atau otot sehingga menyebabkan masalah serius. Selanjutnya, jika tubuh membunuh parasit itu, garam kalsium yang terbentuk di tempat mereka akan membentuk batu kecil di jaringan lunak yang juga mengganggu kesehatan.
KWASHIORKOR
Busung lapar atau honger oedema disebabkan cara bersama atau salah satu dari simtoma marasmus dan kwashiorkor adalah sebuah fenomena penyakit di Indonesia bisa diakibatkan karena kekurangan protein kronis pada anak-anak yang sering disebabkan beberapa hal, antara lain anak tidak cukup mendapat makanan bergizi, anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai dan anak mungkin menderita infeksi penyakit.
Istilah kwashiorkor sendiri berasal dari bahasa salah satu suku di Afrika yang berarti "kekurangan kasih sayang ibu". Tanda yang khas adalah adanya edema (bengkak) pada seluruh tubuh sehingga tampak gemuk, wajah anak membulat dan sembab (moon face) terutama pada bagian wajah, bengkak terutama pada punggung kaki dan bila ditekan akan meninggalkan bekas seperti lubang, otot mengecil dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga ukuran LIngkar Lengan Atas LILA-nya kurang dari 14 cm, timbulnya ruam berwarna merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, tidak bernafsu makan atau kurang, rambutnya menipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit, sering disertai infeksi, anemia dan diare, anak menjadi rewel dan apatis perut yang membesar juga sering ditemukan akibat dari timbunan cairan pada rongga perut salah salah gejala kemungkinan menderita "busung lapar".
Penyebab langsung tersebut bisa dikarenakan adanya bencana alam, daya beli masyarakat, tingkat pendidikan, kondisi lingkungan dan pelayanan kesehatan.
Cara mendeteksi penderita busung lapar pada anak yaitu dengan cara menimbang berat badan secara teratur bila perbandingan berat badan dengan umurnya dibawah 60% (standar WHO-NCHS) maka anak tersebut dapat dikatakan terindikasi busung lapar atau dengan cara mengukur tinggi badan dan LIngkar Lengan Atas (LILA) bila tidak sesuai dengan standar anak yang normal kurang dari 14 cm (standar WHO-NCHS) waspadai akan terjadi busung lapar.
Dampak runtutan dari adanya busung lapar berakibatkan pada penurunan tingkat kecerdasan anak, rabun senja serta rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Menurut ketentuan WHO bila angka telah mencapai 30 % dinyatakan tinggi dan perlu tindakan lebih lanjut.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan makanan yang bergizi pada anak berupa sayur mayur, buah-buahan, makanan yang mengandung karbohidrat (seperti nasi, kentang, jagung), makanan yang mengandung protein (telur, ikan ,daging) dll, kemudian dianjurkan pemberian air susu ibu (ASI) bagi anak berusia dari 0 bulan sampai dengan 24 bulan.

 

Tanda - tanda Gizi Buruk Marasmus dan Kwashiorkor

Tanda-Tanda Kwashiorkor :
1. Edema umumnya di seluruh tubuh terutama pada kaki (dorsum pedis)
2. Wajah membulat dan sembab
3. Otot-otot mengecil
4. Perubahan status mental: cengeng, rewel kadang apatis
5. Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
6. Pembesaran hati
7. Sering disertai infeksi, anemia dan diare/mencret
8. Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
9. Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam terkelupas (crazy pavement dermatosis)
10. Pandangan mata anak nampak sayu

http://4.bp.blogspot.com/-lEujAPmaDYk/Taaoa14wcHI/AAAAAAAAAHc/R0A3Fl9Tz0U/s400/kwashiorkor.jpg






MARASMUS



Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).

Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).

http://3.bp.blogspot.com/-gIqIl3xbxGM/Taaoau88R_I/AAAAAAAAAHU/cgdxhSkzaoE/s400/marasmus.jpg

B. ETIOLOGI
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
C.ANATOMI FISIOLOGI
Mulut, Tenggorokan & Kerongkongan
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkonan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Rektum & Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
lendir
asam klorida (HCl)
prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
Usus Halus
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
D. PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
E. PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.
Penanganan KKP berat
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
- Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
- Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
- Pengobatan infeksi
- Pemberian makanan
- Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat dan payah jantung.
Menurut Arisman, 2004:105
- Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
- Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
- Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
- Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi.
- Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100.
Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV.
- cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
- Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
- Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
- Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
- Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
- Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
- Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)
6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).
 D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Mendapatkan riwayat diet
2. Mendorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
3. Meminta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
4. Mengunakan alat makan yang dikenalnya
5.. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka
6. Menyajikan makansedikit tapi sering
7. Menyajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah


Parotitis Epidemika

 

Definisi
Ialah penyakit akut, menular dengan gejala khas pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis
Etiologi
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease

Epidemiologi
Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengn urin.
Baik infeksi klinis maupun subklinis menyebabkan imunitas seumur hidup. Bayi sampai umur 6-8 bulan tidak dapat terjangkit penyakit parotitis epidemika karena dilindungi oleh antibody yang dialirkan secara transplasental dari ibunya.
Patogenesis
Pada kelenjar parotis terutama pada saluran ludah terdapat kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel epitel tubuli semineferus. Pada pancreas kadang-kadang terdapat degenarasi dan nekrosis jaringan.

Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab parotitis (terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat:
-Percikan ludah
-Kontak langsung dengan penderita parotitis lain
-Muntahan
-urine

Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikurnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.

Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot (Mansjoer, 2000).  Kemudian dalam 3 hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.
Manifestasi Klinis
Masa tunas 14-24 hari. Dimulai dengan stadium prodromal, lamanya 1-2 hari dengan gejala demam, anoreksia, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Suhu tubuh biasanya naik 38,5 C-39,5 C, kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral tetapi kemudian dapat menjadi bilateral.
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut. Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18  hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut :
Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan 38,5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut).
Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami pembengkakan.
Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis.
Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria dewasa adalanya terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.

Diagnosis
-            Pemeriksaan Laboratorium
Jumlah lekosit normal/ leukopenia dengan limfositosis relatif.
Kenaikan kadar amylase dalam serum ( mencapai puncak setelah satu minggu )
Pemeriksaan tambahan:
Neutralization test (untuk menentukan imunitas terhadap parotitis epidemika).
Isolasi virus: membuat biakan. Biakan dinyatakan positif bila terdapat hemadsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.

Penatalaksanaan
-         Istirahat di tempat tidur selama masa panas dan pembengkakan kelenjar parotis simtomatik
-         Diet makanan cair atau lunak
-         Kortikosteroid selama 2-4 hari dan globulin gama diperkirakan dapat mencegah terjadinya orkitis

Komplikasi
-         Meningo-ensefalitis
Dapat terjadi sebelum, sesudah atau tanpa pembengkakan kelenjar parotis. Diperkirakan bahwa parotitis dapat menyebabkan stenosis akuaduktus dan mengakibatkan hidrosefalus pada anak.
-         Epididimo-orkitis
Dapat timbul pada minggu pertama. Jarang terjadi sebelum pubertas.
Pencegahan
Aktif: dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis epidemika yang hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-Merck, Sharp dan Dohme)
Dapat diberikan kepada remaja dan orang dewasa yang telah berkontak dengan penderita parotitis epidemika tapi belum pernah menderita penyakit tersebut.







ASKEP MORBILI/CAMPAK PADA ANAK

1. 1. PENGERTIAN
v Disebut juga Morbili. Campak merupakan penyakit yang sangat menular terutama menyerang anak-anak, walaupun pada beberapa kasus juga dapat menyerang orang dewasa. Pada anak-anak dengan keadaan gizi buruk ditemukan kejadian campak dengan komplikasi yang fatal atau berpotensi menyebabkan kematian.
v Penyakit Campak adalah penyakit menular akut yang disebabkan virus Campak/ Rubella. Campak adalah penyakit infeksi menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalesensi. Penularan terjadi secara droplet dan kontak langsung dengan pasien.
v Virus ini terdapat dalam darah, air seni, dan cairan pada tenggorokan. Itulah yang membuat campak ditularkan melalui pernapasan, percikan cairan hidung ataupun ludah
1. 2. PENYEBAB
Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Rubella, oleh karena itu campak juga sering disebut Demam Rubella. Virus penyebab campak ini biasanya hidup pada daerah tenggorokan dan saluran pernapasan. Virus campak dapat hidup dan berkembang biak pada selaput lendir tenggorokan, hidung dan saluran pernapasan. Anak yang terinfeksi oleh virus campak dapat menularkan virus ini kepada lingkungannya, terutama orang-orang yang tinggal serumah dengan penderita. Pada saat anak yang terinfeksi bersin atau batuk, virus juga dibatukkan dan terbawa oleh udara. Anak dan orang lain yang belum mendapatkan imunisasi campak, akan mudah sekali terinfeksi jika menghirup udara pernapasan yang mengandung virus. Penularan virus juga dapat terjadi jika anak memegang atau memasukkan tangannya yang terkontaminasi dengan virus ke dalam hidung atau mulut. Biasanya virus dapat ditularkan 4 hari sebelum ruam timbul sampai 4 hari setelah ruam pertama kali timbul.
1. 3. DIAGNOSA
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :
% Anamnesis
1. Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi, mendadak), batuk, pilek harus dicurigai atau di diagnosis banding morbili.
2. Mata merah, mukopurulen, menambah kecurigaan.
3. Dapat disertai diare dan muntah.
4. Dapat disertai dengan gejala perdarahan (pada kasus yang berat) : epistaksis, petekie, ekimosis.
5. Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2 minggu sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.
% Pemeriksaan fisik
1. Pada stadium kataral manifestasi yang tampak mungkin hanya demam (biasanya tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan konjungtivitis.
2. Pada umumnya anak tampak lemah.
3. Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir stadium kataral).
4. Pada stadium erupsi timbul ruam (rash) yang khas : ruam makulopapular yang munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut di dahi, muka, dan kemudian seluruh tubuh.
4. PATOFISIOLOGI

5. DIAGNOSA BANDING
1. German measles. Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.
2. Eksantema subitum. Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. (Hassan.R. et al, 1985) Rubeola infantum (eksantema subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum tampak ketika demam menghilang. Ruam rubella dan infeksi enterovirus cenderung untuk kurang mencolok daripada ruam campak, sebagaimana tingkat demam dan keparahan penyakit. Walaupun batuk ada pada banyak infeksi ricketsia, ruam biasanya tidak melibatkan muka, yang pada campak khas terlibat. Tidak adanya batuk atau riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya membantu mengenali penyakit serum atau ruam karena obat. Meningokoksemia dapat disertai dengan ruam yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk dan konjungtivitis biasanya tidak ada. Pada meningokoksemia akut ruam khas purpura petekie. Ruam papuler halus difus pada demam skarlet dengan susunan daging angsa di atas dasar eritematosa relatif mudah dibedakan.
6. KOMPLIKASI
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius. Namun komplikasi dapat terjadi karena penurunan kekebalan tubuh sebagai akibat penyakit Campak. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak :
1. Infeksi bakteri : Pneumonia dan Infeksi telinga tengah
2. Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga penderta
mudah memar dan mudah mengalami perdarahan
3. Ensefalitis (radang otak) terjadi pada 1 dari 1,000-2.000 kasus.
4. Bronkopnemonia (infeksi saluran napas) 7. Kejang demam (step)
5. Otitis Media (infeksi telinga) ` 8. Diare
6. Laringitis (infeksi laring)
7. PENGOBATAN
A. Campak tanpa Penyulit, cukup dengan:
• Rawat jalan
• Cukup mengkonsumsi cairan dan kalori
Morbili merupakan suatu penyakit self-limiting, sehingga pengobatannya hanya bersifat symtomatik, yaitu : memperbaiki keadaan umum, antipiretik bila suhu tinggi parasetamol 7,5 – 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam – ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg tiap 2-6 jam, dosis maksimum 600 mg/hari. – Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu, narcotic antitussive (codein) tidak boleh digunakan. – Mukolitik bila perlu – Vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral sangat bermanfaat.
Antibiotic diberikan bila ada infeksi sekunder. Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan kepada penderita morbili yang mengalami ensefalitis, yaitu:
o Hidrokostison 100 – 200 mg/hari selama 3 – 4 hari.
o Prednison 2 mg/kgBB/hari untuk jangka waktu 1 minggu.
B. Campak dengan Penyulit :
- Menyingkirkan komplikasi
- Mengobati komplikasi bila ada
- Merujuk ke rumah sakit bila perlu
8. PENCEGAHAN
1) Cara yang paling efektif untuk mencegah anak dari penyakit campak adalah dengan memberikan imunisasi campak. Jika setelah mendapat imunisasi, anak terserang campak, maka perjalanan penyakit akan jauh lebih ringan. Imunisasi campak untuk bayi diberikan pada umur 9 bulan. Bisa pula imunisasi campuran, misalnya MMR (measles-mump-rubella), biasanya diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. Disuntikkan pada otot paha atau lengan atas
2) Selalu menjaga kebersihan dengan selalu mencuci tangan anak sebelum makan.
Jika anak belum waktunya menerima imunisasi campak, atau karena hal tertentu dokter menunda pemberian imunisasi campak (MMR), sebaiknya anak tidak berdekatan dengan anak lain atau orang lain yang sedang demam.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Biodata
o Anak yang sakit.
o Orang tua.
b. Riwayat kesehatan
o Keluhan utama.
o RPS (demam tinggi, anoreksia, malaise, dll).
o Riwayat kesehatan lalu.
o Riwayat kesehatan keluarga.
• o Riwayat kehamilan (anak yang sakit).
o Riwayat imunisasi (bayi dan anak).
o Riwayat nutrisi.
o Riwayat tumbuh kembang.
c. Pola aktivitas sehari-hari
o Nutrisi / minum : 1) Dirumah 2) Dirumah sakit
o Tidur / istirahat : 1) Dirumah 2) Dirumah sakit
o Kebersihan : 1) Dirumah 2) Dirumah sakit
o Eliminasi : 1) Dirumah 2) Dirumah sakit
d. Keadaan umum : kesadaran, TTV
e. Pemeriksaan fisik
1) Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
2) Kepala : sakit kepala
3) Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan
hidung ( pada stad eripsi ).
4) Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
5) Kulit : Permukaan kulit ( kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada leher, muka, lengan dan kaki ( pada stad. Konvalensi ), evitema, panas ( demam ).
6) Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi, sputum
7) Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
9) Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni.
Dalam sputum, sekresi nasal, sediment urine dapat ditemukan adanya multinucleated giant sel yang khas.
Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition test dan complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1 – 3 hari setelah timbulnya ras dan mencapai puncaknya pada 2 – 4 minggu kemudian.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan rasa nyaman : peningkatan suhu tubuh bd proses inflamasi/infeksi virus
b. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Dx I : Gangguan rasa nyaman : peningkatan suhu tubuh bd proses inflamasi/infeksi virus
Tujuan : setelah dilakukan askep selama 2 jam diharapkan suhu badan pasien berkurang dengan
Kriteria hasil :
• • Suhu tubuh 36,6 – 37,4 0 C
o • Bibir lembab
o • Nadi normal
o • Kulit tidak terasa panas
o • Tidak ada gangguan neurologis ( kejang )
Intervensi :
1. Libatkan keluarga dalam perawatan serta ajari cara menurunkan suhu tubuh
Rasional : agar keluarga lebih kooperatif dalam terapi
b. Memberikan kompres dingin / hangat.
Rasional : untuk membantu dalam penurunan suhsu tubuh pada pasien.
c. Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.
Rasional : suhu ruangan / jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan
d. Monitor perubahan suhu tubuh
Rasional : untuk mengetahui dan merencanakan intervensi selanjutnya
b. Kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik.
Rasional : antipiretik bekerja untuk menurunkan adanya kenaikan suhu tubuh.
suhu tubuh agar tetap normal.
2) Dx II : Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : setelah dilakukan askep 2x 24 jam diharapakan pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan dengan
Kriteria Hasil :
• • BB meningkat
• • Mual berkurang / hilang
• • Tidak ada muntah
• • Pasien menghabiskan makan 1 porsi
• • Nafsu makan meningkat
• • Pasien menyebutkan manfaat nutrisi
• • Pasien mengungkapkan kesediaan mematuhi diit
• • Tidak ada tanda – tanda malnutrisi
Intervensi :
a. Berikan banyak minum (sari buah-buahan, sirup yang tidak memakai es).
Rasional : untuk mengkompensasi adanya peningkatan suhu tubuh dan merangsang nafsu makan
b. Berikan susu porsi sedikit tetapi sering (susu dibuat encer dan tidak terlalu manis, dan berikan susu tersebut dalam keadaan yang hangat ketika diminum).
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi melalui cairan bernutrisi.
c. Berikan makanan lunak, misalnya bubur yang memakai kuah, sup atau bubur santan memakai gula dengan porsi sedikir tetapi dengan kuantitas yang sering.
Rasional : untuk memudahkan mencerna makanan dan meningkatkan asupan makanan.
d. Berikan nasi TKTP, jika suhu tubuh sudah turun dan nafsu makan mulai membaik.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh setelah sakit.






DAFTAR PUSTAKA
Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.
Closkey, Mc, et all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis.
Carpenito, Linda Juall. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
WHO-SEARO. Laboratory Manual. Department of Vaccines and
Biologicals.2001.
Doenges E, Marilynn. 1993 Rencana Asuhan Keperawatan. Kajarta : EGC
by:defka
Drs.H, Zulkoni.Akhsin.2010;PARASITOLOGI ,  Nuha Medika. Yogyakarta.
www.google.com. Agus Waluyo. Thypus Abdominalis tanggal 17 November 2006
      Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.1. EGC. Jakarta.

No comments:

Post a Comment